Kamis, 14 April 2011

NILAI DAN NORMA SOSIAL


  NILAI DAN NORMA SOSIAL

Di dalam masyarakat manusia selau ada, dan selalu dimungkinkan adanya, apa yang disebut double reality yaitu :
1.  Sistem fakta, yaitu sistem yang tersusun atas segala apa yang senyatanya di dalam kenyataan ada.
2   Dan di lain pihak ada sistem normatif, yaitu sistem yang berada di dalam mental yang membayangkan segala apa yang seharusnya ada.
Kedua sistem tersebut bukan dua realitas yang identik namun keduanya tidak saling berpisahan dan keduanya ada pertalian yang erat.
            Pertama-tama, sistem fakta berfungsi sebagai determinan sistem normatif. Artinya, bahwa apa yang dibayangkan di dalam mental sebagai suatu keharusan itu sesungguhnya adalah selalu sesuatu yang di alam kenyataan merupakan sesuatu yang betul-betul ada, dan atau mungkin ada. Norma atau keharusan selalu dipertimbangkan dalam kenyataan dan mempertimbangkan pula segala kemungkinan yang ada di dalam situasi fakta.
            Sementara itu, di lain pihak sistem normatif pun pada gantinya balik mempengaruhi sistem fakta (kenyataan). Di dalam hal ini, wujud dan bentuk perilaku-perilaku kultural yang di alam kenyataan ditentukan oleh pola-pola kultural yang telah diketahui di dalam mental sebagai keharusan-keharusan yang harus dikerjakan.
PENGERTIAN NILAI SOSIAL
Nilai merupakan sesuau yang baik, yang diinginkan, dicita-citakan dan dianggap penting oleh warga masyarakat. Nilai terbentuk dari apa yang benar, pantas, dan luhur untuk dikerjakan dan diperhatikan. Nilai bukanlah keinginan, melainkan apa yang diinginkan, jadi bersifat subjektif. Selain itu nilai juga bersifat relatif karena apa yang menurut kita sudah benar dan baik belum tentu disebut nilai. Penentuan suatu nilai  harus didasarkan pada pandangan dan ukuran orang banyak. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan :
Rounded Rectangle: Nilai adalah konsepsi abstrak dalam diri manusia mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk. Sedangkan nilai sosial adalah penghargaan yang diberikan masyaraka terhadap segala sesuatu yang dianggap baik, penting, luhur, pantas dan mempunyai daya guna fungsional bagi perkembangan dan kebaikan hidup bersama. 




TOLOK UKUR NILAI SOSIAL
Tolok ukur nilai sosial adalah daya guna fungsional suatu nilai dan kesungguhan penghargaan, penerimaan atau pengakuan yang diberikan oleh seluruh atau sebagian besar masyarakat terhadap nilai sosial tersebut, sehingga harus memenuhi syarat :
a.  Penghargaan itu harus diberikan dan disetujui oleh seluruh atau sebagian besar anggota masyarakat.
b.   Tolok ukur itu harus diterima sungguh-sungguh oleh masyarakat, minimal oleh sebagian besar.
JENIS-JENIS NILAI SOSIAL
Menurut Prof. Dr. Notonagoro, nilai dapat dibagi atas tiga jenis.
a.   Nilai material, segala benda yang berguna bagi manusia
b. Nilai vital, segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat hidup dan mengadakan kegiatan atau aktivitas.
c.   Nilai spiritual, segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia ; nilai kebenaran(logika), nilai keindahan(estetika), nilai moral (etika), nilai religius.
Text Box: Pengertian Norma
Norma merupakan konstruksi-konstruksi imajinasi (artinya, suatu konstruksi yang hanya ada karena dibayangkan di dalam pikiran-pikiran) dan banyak dipengaruhi oleh daya kreatif mental, namun norma-norma ini-sebagai norma, atau keharusan, yang bertujuan merealisasi imajinasi mental ke wujud-wujud konkret di alam kenyataan-haruslah memahami betul-betul alam realita dan fakta sehingga memberikan efek di alam kenyataan.
Menurut M. Sitorus, norma adalah kadiah atau aturan  berbuat dan berkelakuan yang dibenarkan untuk mewujudkan cita-cita. Singkatnya bila nilai merupakan pola kelakuan yang diinginkan, maka norma dapat disebut sebaga cara-cara kelakuan sosial yang disetujui untuk mencapai nilai tersebut.
Rounded Rectangle: Norma adalah petunjuk hidup yang berisi perintah maupun larangan yang ditetapkan  berdasarkan kesepakatan bersama dan bermaksud untuk mengatur setiap  perilaku manusia di dalam masyarakat guna mencapai ketertiban dan kedamaian. 





Daya Ikat Norma
Norma-norma yang ada di  dalam masyarakat mempunyai kekuatan mengikat yang berbeda-beda. Berdasarkan daya ikat norma dibedakan :
a.  Cara (usge).  Cara menunjuk pada suatu bentuk perbuatan yang mempunyai daya ikat yang sangat lemah.
b.   Kebiasaan (folkways). Diterjemahkan menurut arti kata-katanya, folkways itu berarti tata cara (ways) yang lazim dikerjakan atau diikuti oleh rakyat kebanyakan (folk). Folkways merupakan norma-norma sosial yang terlahir dari adanya pola-pola perilaku yang selalu diikuti oleh  orang-orang kebanyakan-di dalam hidup mereka sehari-harinya – karena dipandang sebagai suatu hal yang lazim.
      Folkways kebanyakan dianut orang di dalam batas-batas kelompok tertentu. Ancaman-ancaman sanksi terhadap pelanggaran-pelanggaran folkways  pun hanya akan datang dari kelompok-kelompok tertentu saja. Oleh karena itu maka sanksi-sanksi informal yang mempertahankan folkways sering kali terbutki tidak efektif kalau ditunjukkan kepada orang-orang yang tidakmenjadi warga penuh dari kelompok pendukung folkways itu.
c.   Tata kelakuan (Mores). Apabila kebiasaan tersebut tidak semata-mata dianggap sebagai cara perilaku saja, tetapi diterima sebagai norma pengatur maka kebiasaan tadi menjadi tata kelakuan. Dibandingkan dengan norma-norma folkways yang biasanya dipandang relatif kurang begitu penting-dan oleh karenanya dipertahankan oleh ancaman-ancaman sanksi yang tidak seberapa keras-maka apa yang disebut mores itu dipandang lebih esensial bagi terjaminnya kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu selalu dipertahankan oleh ancaman-ancaman sanksi yang jauh lebih keras. Pelanggaran terhadap mores selalu disesali dengan sanat, dan orang selalu berusaha dengan amat kerasnya agar mores tidak dilanggar.
      Mores sering dirumuskan di dalam bentuk negatif, berupa sebuah larangan keras. Mores yang dirumuskan di dalam bentuk larangan ini disebut tabu. Sebagai contoh tabu ini, misalnya adalah larangan incest, yaitu larangan perkawinan antara orang-orang yang dipandang masih berdarah dekat.
d.   Hukum. Hukum adalah aturan tertulis maupun tidak tertulis yang berisi perintah atau larangan yang memaksa dan yang akan memberikan sanksi yang tegas bagi setiap orang yang melanggarnya. Berbeda halnya dengan folkways dan mores, pada hukum didapati adanya organisasi-politik khususnya, yang secara formal dan berprosedur bertugas memaksakan ditaatinya kaidah-kaidah sosial yang berlaku. Inilah organisasi yang lazim dikenal dengan nama badan peradilan. Apabila suatu mores memerlukan kekuatan organisasi peradilan semacam itu agar penataannya bisa dijamin, maka sesegera itu pula mores itu telah bida dipandang sebagai hukum. Di sisi lain, karena mores itu tak lain adalah kaidah-kaidah yang tak tertulis, maka hukum yang dijadikan dari mores-dengan ditunjang oleh wibawa suatu struktur kekuasaan politik-ini pun lalu merupakan hukum yang tak tertulis (atau lazim dinamakan hukum adat, customary law).

Sumber : Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan ( J.Dwi Narwoko-Bagong Suyatno (ed).
                Berkenalan dengan Sosiologi ( M. Sitorus ).

Senin, 11 April 2011

STRATIFIKASI SOSIAL

STRATIFIKASI SOSIAL

Setiap masyarakat senantiasa mempunyai penghargaan tertentu terhadap hal-hal tertentu dalam masyarakat yang bersangkutan. Penghargaan yang lebih tinggi terhadap hal-hal tertentu, akan menempatkan hal tersebut pada kedudukan yang lebih tinggi dari hal-hal lainnya. Kalau suatu masyarakat lebih menghargai kekayaan material daripada kehormatan, misalnya, maka mereka yang lebih banyak mempunyai kekayaan material akan menempati kedudukan yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan fihak-fihak lain. Gejala tersebut menimbulkan lapisan masyarakat, yang merupakan pembedaan posisi seseorang atau suatu kelompok dalam kedudukan yang berbeda-beda secara vertikal. Dalam masyarakat pengertian kelas adalah paralel dengan pengertian lapisan, namun kelas biasanya dihubungkan dengan tolok ukur ekonomi dan kedudukan/status dikaitkan dengan kehormatan.
Cara yang paling mudah untuk memahami pengertian konsep stratifikasi sosial adalah dengan berfikir membanding-bandingkan kemampuan dan apa yang dimiliki anggota masyarakat yang satu dengan anggota masyarakat lainnya.
Sadar atau tidak, pada saat Anda mulai membedakan kemampuan antara anggota masyarakat yang satu dengan yang lain dan mulai menyusun pemilahan-pemilihan masyarakat ke dalam berbagai golongan atau strata itu, sebenarnya anda mulai sedikit paham tentang hakekat stratifikasi sosial.


A.    PENGERTIAN

Dalam sosiologi, pelapisan dalam masyarakat dikenal dengan istilah stratifikasi sosial ( sosial stratification ) kata stratifikasi sosial berasal dari bahasa Latin Stratum : tingkatan dan Socius : rekan/masyarakat.

Pendapat para pakar mengenai pelapisan sosial :
PLATO (428-347/345 SM) masyarakat negara dibedakan menjadi tiga golongan yaitu : filsuf à pemimpin negara, prajuritàpenjamin hukum, rakyat/petaniàwarga negara.
ARISTOTELES(384-322 SM) kaya sekali, melarat dan diantara keduanya.
PITRIM SOROKIN masyarakat menjadi tingkatan scr vertikal dari sesuatu yang berharga yang dimilikinya.
Jadi pelapisan sosial ada dua unsur : 1. Pembedaan 2. Hirarki Vertikal
Sehingga dilihat dari unsur tersebut dapat dirumuskan :



Pelapisan Sosial : Pembedaan masyarakat ke dalam kelas-kelas secara vertikal, yang diwujudkan dengan adanya tingkatan masyarakat dari yang tinggi sampai ke yang lebih rendah.

 





Karakteristik Stratifikasi Sosial :
ü      Perbedaan dalam kemampuan atau kesanggupan
ü      Perbedaan dalam gaya hidup (life style)
ü      Perbedaan dalam hal hak dan akses dalam memanfaatkan sumber daya

Awal pelapisan dari perbedaan tertentu menyangkut status diri / turunan àpekerjaan/profesi àberagam/konplekàintelektual,politik, ekonomi.

B. PROSES TERBENTUKNYA


1. Secara Tidak Sengaja:
-          terbentuk sejalan dg perkembangan masyarakat.
-          Terbentuk diluar kontrol masyarakat
-          Terjadi sesuai dengan kondisi sosbud di wilayah ybs.
-          Status dan peranan terjadi secara otomatis. Ex. Tkt. Umur, sex, kepandaian, sifat keaslian keanggotaan kerabat seorang kepala masyarakat, dan mungkin juga harta dalam batas-batas tertentu..
2. Secara Sengaja
-          Pelapisan sosial yg dibentuk oleh suatu kelompok sosial/masy dlm rangka mengejar tujuan tertentu.
-          bertujuan untuk pengaturan interaksi sosial dengan berorientasi pada kepentingan bersama.
-          Diperlukan masy agar mampu menyesuaikan diri dengan keperluan2 yg nyata contoh : badan-badan resmi
-          Menggalang keteraturan dalam suatu kelompok sosial ( masyarakat ) demi tercapainya tujuan bersama.
  

C. KRITERIA PELAPISAN SOSIAL


Tolok ukur yang menjadi dasar pembentukan pelapisan sosial, yang berupa sesuatu yg dianggap berharga oleh masyarakat, yang berbeda-beda antara masyarakat yang satu dan masyarakat yang lain. (KOMULATIF)
 

SOERJONO SOEKANTO : kekayaan,kekuasaan, kehormatan dan ilmu pengetahuan.
BERNARD BARBER : jabatan/pekerjaan, wewenang/kekuasaan, pendidikan/IP, keagamaan, dan kedudukan dalam system kekerabatan.
PAUL B. HORTON : kekayaan/penghasilan, pekerjaan dan pendidikan.
Jadi dibagi menjadi kriteria EKONOMI, SOSAL, POLITIK

D. JENIS-JENIS PELAPISAN SOSIAL

1.      Menurut Kriteria Ekonomi: berkaitan dengan kekayaan              pendapatan
            Propesi/jabatan. Kriteria ekonomi berdasarkan pada piramida yaitu dari gol   ekonomi   lemah , sedang dan  gol ekonomi kuat.
2.      Menurut Kriteria Sosial : berdasarkan nilai status, tinggi rendah à penghormatan(keseganan) warga masyarakat terhadapnya yang tergantung pada kondisi masing-masing kelompok  masyarakat :
a.       Pelapisan sosial di Desa
b.      Pelapisan sisial di kota
  1. Menurut Kriteria Politik : membedakan masyarakat menjadi pihak yang berkuasa dan pihak yang dikuasai. Makin tinggi kekuasaan makin tinggi kedudukan.


E. SIFAT SISTEM PELAPISAN MASYARAKAT
a.        Sistem Pelapisan Sosial Tertutup (closed sosial stratificaton) : pelapisan sosial yang tidak memungkinkan warga masyarakat pindah dari lapisan yang satu ke lapisan yang lain dimana status sosial ditentukan sejak lahir. àKasta, feodal, rasial (kawin sekasta / ENDOGAMI )Contoh : DEGREGATION ( kulit putih dan hitam di US) APARTEHID ( di Afrika Selatan ), PATRILINIAL ( laki lebih dominan)
b.        Sistem Pelapisan Sosial Terbuka (open sosial stratification) pelapisan yang membuka kesempatan warganya untuk turun-naik antarlapisanàberlaku dalam masyarakat modern.

F.  PERSPEKTIF TENTANG STRATIFIKASI SOSIAL
Stratifikasi sosial anggota masyarakat ke dalam berbagai kelas sosial itu sebenarnya  diperlukan atau tidak ? Jawaban atas pertanyaan ini sifatnya relatif, tergantung dari mana sudut kita melihatnya dan pendekatan macam apa yang kita jadikan titik acuan.

v     Pendekatan Fungsional
Pelopor pendekatan fungsionalis adalah Kingsley Davis dan Wilbert Moore. Menurut kedua pakar ini stratifikasi dibutuhkan demi kelangsungan hidup masyarakat yang membutuhkan pelbagai macam jenis  pekerjaan.. Tanpa adanya stratifikasi sosial, masyarakat tidak akan terangsang untuk menekuni pekerjaan-pekerjaan sulit atau pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan proses belajar yang lama dan mahal.
Disini tercakup  pengertian bahwa pelapisan sosial itu  perlu ada agar masyarakat berfungsi, bahwa berbagai lapisan dalam  masyarakat bergerak bersama untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat dan bahwa sistem yang ada, paling tidak secara diam-diam memang telah disetujui oleh para anggota masyarakat.
Tujuan pelapisan sosial : dalam rangka penataan masyarakat, dimana setiap masyarakat harus menempatkan individu-individu pada tempat-tempat tertentu dalam struktur sosial dan mendorong mereka untuk melaksanakan kewajiban-kewajibannya sebagai akibat penempatan tersebut. Dengan demikian pelapisan sosial berfungsi untuk menempatkan individu-individu tersebut dan kedua mendorong agar mereka melaksanakan kewajibannya.

v     Pendekatan Konflik
Pendekatan konflik memiliki asumsi yang berhadapan secara diametral dengan pendekatan fungsional. Dengan dipelopori oleh Karl Marx, pendekatan konflik berpandangan bahwa bukan kegunaan fungsional yang menciptakan stratifikasi sosial, melainkan dominasi kekuasaan. Artinya menurut pendekatan konflik, adanya pelapisan sosial bukan dipandang sebagai hasil konsensus, tetapi lebih dikarenakan anggota masyarakat terpaksa harus menerima adanya  perbedaan itu sebab mereka tidak memiliki kemampuan untuk menentangnya dan dasar pembentukannya merupakan penghisapan suatu kelas oleh kelas lain yang lebih tinggi.
Bagi penganut pendekatan konflik, pemberian kesempatan yang tidak sama dan semua bentuk diskriminasi dinilai menghambat orang dari strata rendah untuk mengembangkan bakat dan potensi mereka semaksimal mungkin.

G. CARA MEMPELAJARI STRATIFIKASI SOSIAL
ü      Pendekatan Objektif
Artinya, usaha untuk memilah-milah masyarakat ke dalam beberapa lapisan dilakukan menurut ukuran-ukuran yang objektif berupa variabel yang mudah diukur secara kuantitatif. ( katagori statistik )
ü      Pendekatan Subjektif
Artinya, munculnya pelapisan sosial dalam masyarakat tidak diukur dengan kriteria-kriteria yang objektif, melainkan dipilih menurut kesadaran subjektif warga masyarakat itu sendiri. ( katagori sosial ).
ü      Pendekatan Reputasional
Artinya, pelapisan sosial disusun dengan cara subjek penelitian diminta menilai status orang lain dengan jalan menempatkan orang lain tersebut tersebut ke dalam skala tertentu.

F.  UNSUR-UNSUR LAPISAN SOSIAL

1.     
Dalam sosiologi status sosial bersifat netral.
 
STATUS SOSIAL : posisi seseorang dalam masyarakat dalam hubungannya dengan orang lain, baik mencakup perilaku, hak maupun kewajiban. STATUS : Tpt./posisi seseorang dalam suatu klp. Sosial àKEDUDUKAN. Jika menyangkut masyarakat luas maka status sosial makin tinggi.
A.    STATUS YANG DIUSAHAKAN ( ACHIEVED STATUS) : kedudukan di dalam masyarakat yang diraih melalui usaha sendiri yang disengaja (terbuka).
B.     STATUS YANG DIGARISKAN (ASCRIBED STATUS) :  kedudukan dalam masyarakat yang diperoleh melalui garis keturunan/kalahiran. (tertutup).
C.     STATUS YANG DIBERIKAN (ASSIGNED STATUS) : yakni kedudukan yang lebih tinggi yang diberikan kpd seseorang/sklp. Karena dianggap telah bekerja sama memenuhi kepentingan masyarakatnya berjasa, misalnya gelar kehormatan, kenaikan pangkat dsb.
2.      PERANAN SOSIAL (aspek dinamis dari status sosial ; hak dan kewajiban yang dilaksanakan sesuai status sosial ) : rangkaian norma  dan perilaku yang dijalankan seseorang sesuai dengan status sosialnya dalam masyarakat.
( Jika seseorang melaksanakan hak & kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka dia menjalankan suatu peranan.
Perubahan status sosial akan berdampak pada perubahan peranan sosial.

1.      PERANAN PILIHAN ( ACHIEVED ROLES ) : peranan yang hanya diperoleh melalui usaha tertentu ßà achieved status.
2.      PERANAN BAWAAN ( ASCRIBED ROLES ) : peranan yang diperoleh secara otomatis bukan karena usaha tertentu.
3.      PERANAN YANG DIHARAPKAN ( EXPECTED ROLES): peranan yang dilaksanakan sesuai ketentuan yang telah ditetapkan bersama bersama.
4.      PERANAN YANG DISESUAIKAN ( ACTUAL ROLES ) : peranan yang dilaksanakan sesuai situasi yang selalu berubah-ubah.
Di Indonesia : mengutamakan kedudukan dibandingkan peranan karena lebih mengutamakan material dpd spiritual àkonsumtifàhedonisme.
(MEMPEROLEH ROLE FACILITIES)

3. KONSEKUENSI STRATIFIKASI SOSIAL

a.       Terbentuknya simbol status : status sosial terungkap dari gaya hidupnya sehingga gaya hidup merupakan lambang suatu status sosial ( yang melekat pada status sosial dan menjadi cirri hidupnya) gejala inilah yang dinamakan simbol status (status symbol).àinternalized.
b.      Terjadinya Integrasi Status dan Peranan Sosial : penerimaan seseorang atau sekelompok warga terhadap status dan peranan sosialnya :
1.      Aktif : integrasi terjadi secara sukarela
2.      Pasif  : integrasi terjadi secara paksaan.
c.       Munculnya Konflik Status dan Peranan Sosial : hal ini muncul saat kepentingan seseorang tidak lagi sejalan dengan kepentingan masyarakat àkesenjangan peranan (role distance)
d.      Peluang Hidup dan Kesehatan ; Studi yang dilakukan Robert Chambers (1987) menemukan bahwa di lingkungan keluarga yang miskin, tidak berpendidikan dan rentan, meraka umumnya lemah jasmani dan mudah terserang penyakit.
e.       Respons Terhadap Perubahan ; Orang-orang kelas rendah pada umumnya ragu-ragu untuk menerima pemikiran dan cara-cara baru serta curiga terhadap para pencipta hal-hal baru. Kelas sosial atas- dimana sebagian besar berpendidikan relatif memadai – cenderung lebih responsif terhadap ide-ide baru, sehingga acapkali mereka lebih sering bisa m emetik manfaat dengan cepat atas program baru atau inovasi yang diketahuinya.
f.        Peluang Bekerja dan Berusaha ; peluang bekerja dan berusaha antara kelas sosial rendah dengan kelas sosial di atasnya umumnya jauh berbeda.
g.      Perilaku Politik ; berbagai studi memperlihatkan bahwa kelas sosial mempengaruhi perilaku politik orang.



4.     PERLUNYA SISTEM LAPISAN MASYARAKAT
Pelapisan sosial dapat memecahkan persoalan yang dihadapi masyarakat : yaitu penempatan individu dalam tempat-tempat yang tersedia dalam struktur sosial dan mendorongnya agar melaksanakan kewajiban yang sesuai dengan kedudukan serta peranannya. Pengisian tempat-tempat tersebut merupakan daya pendorong agar masyarakat bergerak sesuai dengan fungsinya, maka tak dapat dihindarkan bahwa masyarakat harus menyediakan beberapa macam sistem pembalasan jasa sebagai pendorong agar individu mau melaksanakan kewajiban-kewajibannya yang sesuai dengan posisinya dalam masyarakat.

     
Sumber : “Sosiologi Suatu Pengantar, Soerjono Soekanto”
“Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan, J.dwi Narwoko-Bagong Suyatno (ed.)“
     

Minggu, 10 April 2011

DEFRENSIASI SOSIAL


DEFERENSIASI SOSIAL

A.    PENGERTIAN

Deferensiasi atau perbedaan sosial adalah pembedaan penduduk atau warga masyarakat ke dalam golongan-golongan atau kelompok-kelompok secara horisontal ( tidak bertingkat ). Perwujudannya adalah penggolongan penduduk atas dasar perbedaan-perbedaan dalam hal yang tidak menunjukkan tingkatan, antara lain ras, agama, jenis kelamin, profesi, klen dan suku bangsa.
Dalam pelapisan sosial warga masyarakat dibedakan di dalam berbagai lapisan (hierarki). Dalam diferensiasi, hierarki atau tingkatan sosial tidak ada. Hal itu berarti tidak ada perbedaan tingkatan ras, agama, jenis kelamin, profesi, klen dan suku bangsa.
Diferensiasi sosial menunjukkan adanya keanekaragaman dalam masyarakat. Suatu masyarakat yang di dalamnya terdiri atas berbagai unsur yang satu dengan yang lin menunjukkan perbedaan tidak bertingkat (horizontal) disebut masyarakat majemuk.
Yang menjadi tekanan dalam pengertian diferensiasi sosial adalah pengaruh adanya perbedaan terhadap hak, kewajiban, dan tanggung jawab masing-masing orang.

B.     BENTUK-BENTUK DIFERENSIASI SOSIAL DALAM MASYARAKAT.

Bentuk-bentuk diferensiasi sosial digolongkan ke dalam dua bagian :
1.      Bentuk diferensiasi sosial secara biologis meliputi :
a.       Diferensiasi jenis kelamin.
Perbedaan jenis kelamin laki-laki dan perempuan mempengaruhi perolehan hak dan kewajiban dalam banyak aspek, seperti kondisi kerja, kehidupan ekonomi dan politik dan lain-lain.
b.      Diferensiasi umur.
Perbedaan perolehan hak dan kewajiban anggota masyarakat yang berbeda umur tidak hanya ada pada situasi masyarakat tradisional, tetapi juga pada masyarakat feodal dan masyarakat modern.
c.       Diferensiasi intelektual.
Diferensiasi intelektual yaitu perolehan hak dan kewajiban yang berbeda bagi setiap anggota masyarakat secara horisontal atas dasar perbedaan kepandaian.
d.      Diferensiasi Ras.
Ras adalah katagori untuk sekelompok individu yang secara turun-temurun memiliki ciri fisik dan biologis tertentu yang sama. Ciri morfologis (fisik dan biologis) ini meliputi dua hal :
-          secara kuantitatif : ukuran badan, bentuk kepala dan bentuk hidung.
-          Secara kualitatif : warna kulit, jenis rambut dan warna mata.
Jenis ras dibagi dalam 4 kelompok besar yaitu Caucasoid, Mongoloid, Negroid dan ras Khusus.



2.      Bentuk diferensiasi sosial sehubungan dengan kondisi sosio kulturalnya
a.       Diferensiasi Suku Bangsa
Setiap anggota sebuah suku bangsa tertentu mempunyai ciri khas yang sama yaitu adat-istiadat, bahasa, religi dan kepercayaan, ciri-ciri fisik dan kesamaan dalam hal tata nilai budaya.
b.      Diferensiasi Agama
Agama apa pun mempunyai dua aspek ajaran bagaimana manusia berhubungan dengan Tuhan (transenden) dan bagaimana manusia berhubungan dengan dunia (imanen)
c.       Diferensiasi Klan.
Klan adalah kelompok kekerabatan yang terdiri dari satu nenek moyang melauli garis keturunan (unilateral) apakah garis keturunan ayah (patrilineal) atau keturunan ibu (mterilineal).
d.      Diferensiasi Profesi
Diferensiasi profesi adalah perolehan hak dan kewajiban yang berbeda karena perbedaan profesi masing.


                                                      Sumber : Berkenalan dengan Sosiologi
                                                      “Drs M. Sitorus” 2003

PERILAKU MENYIMPANG


Perilaku Menyimpang

P
erilakau menyimpang menyiratkan kesan, meskipun tidak ada masyarakat yang seluruh warganya dapat menaati dengan patuh seluruh aturan  norma social yang berlaku tetapi apabila terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh seseorang, maka hal itu dianggap telah mencoreng aib diri sendiri, keluarga maupun  kumunitas besarnya.
            Sumbangan sosiologi cukup signifikan dalam memetakan berbagai bentuk penyimpangan perilaku dan reaksi masyarakat yang ditimbulkannya. Kajian tentang perilaku menyimpang dipelajari oleh sosiologi karena berkaitan dengan pelanggaran terhadap norma-norma sosial dan nilai-nilai kulutral yang telah ditegakkan oleh masyarakat. Selain itu, melalui teori dan hasil-hasil penelitian yang dikembangkannya, sosiologi membantu masyarakat untuk dapat menggali akar-akar penyebab terjadinya tindakan menyimpang. Upaya untuk menghentikan atau paling tidak menahan bertambahnya penyimpangan perilaku dapat dipelajari pula melalui kajian tentang lembaga kontrol sosial dan efektivitasnya dalam mencegah terjadinya tindakan tersebut.


 

Text Box: Apa itu  Perilaku Menyimpang ?Secara sederhana kita dapat mengatakan, bahwa seseorang berperilaku menyimpang apabila menurut anggapan besar masyarakat ( minimal di suatu kelompok atau komunitas tertentu ) perilaku atau tindakan tersebut di luar kebiasaan, adat istiadat, aturan, nilai-nilai, atau norma sosial yang berlaku.
Tindakan menyimpang yang dilakukan orang-orang tidak selalu berupa tindakan kejahatan besar, seperti merampok, korupsi, menganiaya atau membunuh. Melainkan bisa pula cuma berupa tindakan pelanggaran kecil-kecilan, semacam berkehalahi dengan teman, suka meludah di sembarang tempat, makan dengan tangan kiri dsb.

Text Box: Relativitas Perilaku 
MenyimpangMeskipun secara nyata kita dapat menyebutkan  berbagai bentuk perilaku menyimpang, namun mendefinisikan arti perilaku menyimpang itu sendiri merupakan hal yang sulit karena kesepakatan umum tentang itu berbeda-beda di antara berbagai kelompok masyarakat. Ada segolongan orang yang menyatakan perilaku menyimpang adalah ketika orang lain melihat perilaku itu sebagai sesuatu yang berbeda dari kebiasaan umum. Namun, ada pula yang menyebut perilaku menyimpang sebagai tindakan yang dilakukan oleh kelompok minoritas atau kelompok-kelompok tertentu yang memiliki nilai dan norma sosial berbeda dari kelompok sosial yang lebih dominan.
Definisi tentang perilaku menyimpang dengan demikian bersifat relatif, tergantung dari masyarakat yang mendefinisikannya, nilai-nilai budaya dari suatu masyarakat, dan masa, zaman, atau kurun waktu tertentu.
Hal lain yang juga menyebabkan perilaku menyimpang bersifat relatif adalah karena perilaku menyimpang itu juga dianggap sebagai gaya haidup, kebiasaan-kebiasaan, fashion atau mode yang dapat berubah dari zaman ke zaman.

Text Box: Empat Definisi 
Tentang Perilaku 
MenyimpangPertama, secara statistikal adalah segala perilaku yang bertolak dari suatu tindakan yang bukan rata-rata atau perilaku yang jarang dan tidak sering dilakukan. Pendekatan ini berasumsi, bahwa sebagian besar masyarkat dianggap melakukan cara-cara dan tindakan yang benar.
Kedua, secara absolut atau mutlak. Definisi perilaku menyimpang yang bersasal dari kaum absolutis ini berangkat dari aturan-aturan sosial yang dianggap sebagai sesuatu yang “mutlak” atau jelas dan nyata, sudah ada sejak dulu, serta berlaku tanpa terkecuali, untuk semua warga masyarakat. Kelompok ini berasumsi bahwa aturan-aturan dasar dari suatu masyarakat adalah jelas dan anggota-anggotanya harus menyetujui tentang apa yang disebut sebagai menyimpang dan bukan.
Ketiga, secara reaktif yaitu perilaku menyimpang yang berkenaan dengan rekasi masyarakat atau agen kontrol sosial terhadap tindakan yang dilakukan seseorang. Artinya apabila ada reaksi dari masyarakat atau agen kontrol sosial dan kemudian mereka memberi cap atau tanda (labeling) terhadap si pelaku maka perilaku itu telah dicap menyimpang, demikian pula si pelaku, juga dikatan menyimpang. Dengan demikian apa yang menyimpang dan apa yang tidak, tergantung dari ketetapan-ketetapan ( atau reaksi-reaksi) dari anggota masyarakat terhadap suatu tindakan.
Keempat, secara normatif ;  penyimpangan adalah suatu pelanggaran dari suatu norma sosial. Norma adalah suatu standar tentang “apa yang seharusnya atau tidak seharusnya dipikirkan, dikatakan, atau dilakukan oleh warga masyarakt pada suatu keadaan tertentu” Secara keseluruhan, maka definisi normatif dari suatu perilaku menyimang adalah tindakan-tindakan atau perilaku yang menyimpang dari norma-norma, dimana tindakan-tindakan tersebut tidak disetujui atau dianggap tercela dan akan mendapatkan sanksi negatif dari masyarakat.

Mengapa Perilaku Menyimpang Perlu Dipalajari ?
Oleh karena cukup banyak pelanggaran atau penyimpangan perilaku yang dilakukan manusia dan hal itu terkadang dapat dianggap mengancam ketentraman masyarakat, maka perlu juga kita mempelajarinya, untuk mengetahui apa yang menjadi penyebabnya dan bagaimana melakukan pencegahan terhadapnya.

Text Box:            Perilaku yang
Digolongkan sebagai
           MenyimpangSecara umum, yang digolongkan sebagai perilaku menyimpang, antara lain adalah :
1.      Tindakan yang nonconform, yaitu perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai atau norma yang ada. Contoh : memakai sandal butut ke kampus; merokok di area di larang merokok, membuang sampah bukan pada tempat yang semestinya dsb.
2.      Tindakan yang antisosial atau asosial, yaitu tindakan yang melawan kebiasaan masyarakat atau kepentingan umum. Bentuk tindakan sosial itu antara lain : menarik diri dari pergaulan, tidak mau berteman, penyimpangan seksual, pelacuran dsb.
3.      Tindakan-tindakan kriminal, yaitu tindakan yang nyata-nyata telah melanggar aturan-aturan hukum tertulid dan mengancam jiwa atau keselamatan orang lain. Misalnya, pencurian, perampokan, pembunuhan dsb.
Text Box: Menjadi 
PenyimpangRangkaian pengamalan atau karier menyimpang sesorang dimulai dari penyimpangan-penyimpangan kecil yang mungkin tidak disadarinya (primary deviance/penyimpangan primer). Penyimpangan jenis ini dialami oleh seseorang mana kala ia belum memiliki konsep sebagai penyimpang atau tidak menyadari jika perilakunya menyimpang.
            Penyimpangan yang lebih berat akan terjadi apabila seseorang sudah sampai pada tahap secondary deviance (penyimpangan sekunder) yaitu suatu tindakan menyimpang yang berkembang ketika perilaku dari si penyimpang itu mendapat penguatan (reinforcement) melalui keterlibatannya dengan orang atau kelompok yang juga menyimpang.
            Tindakan menyimpang, baik primer maupun sekunder, tidak terjadi begitu saja tapi berkembang melalui periode waktu dan juga sebagai hasil dari serangkaian tahapan interaksi yang melibatkan interpretasi tentang kesempatan untuk bertindak menyimpang. Karier menyimpang juga didukung oleh pengendalian diri yang lemah serta kontrol masyarakat yang longgar (permisif).

Text Box: Subkultur 
MenyimpangPerilaku menyimpang tidak saja dilakukan secara perorang, tapi tak jarang juga dilakukan secara berkelompok. Penyimpangan yang dilakukan oleh kelompok acap disebut dengan subkulur menyimpang.
            Subkultur adalah sekumpulan norma, nilai, kepercayaan, kebiasaan, atau gaya hidup yang berbeda dari kultur dominan.
            Asal mula terjadinya subkultur menyimpang karena ada interaksi di antara sekelompok orang yang mendapatkan satatus atau cap menyimpang. Melalui interaksi dan intensitas pergaulan yang cukup erat, maka terbentuklah perasaan senasib, dan memiliki jalan pikuran nilai dan norma serta aturan bertingkah laku yang berbeda dengan norma-norma sosial masyarakat pada umumnya(kultur dominan).
            Para anggota dari suatu subkultur menyimpang biasanya juga mengajarkan kepada anggota-anggota barunya tentang berbagai keterampilan untuk melanggar hukum dan menghindari kejaran agen-agen kontrol sosial. Mereka juga mengindoktrinasi suatu keyakinan yang berbeda dari keyakinan yang dianut mayoritas masyarakat kepada yuniornya. Begitu pula ketika menerima keanggotaan baru, ujian yang cukup keras akan diberlakukan kepada anggota-anggota baru itu.

Text Box: Teori Perilaku
Menyimpang yang
Berperspektif
SosiologisAda dua perspektif yang bisa digunakan untuk memahami sebab-sebab dan latar belakang seseorang atau sekelompok orang berperilaku menyimpang. Yang pertama adalah perspektif individualistik dan yang kedua adalah teori-toeri sosiologi.
Teori-teori individualistik berusaha mencari penjelasan tentang munculnya tindakan menyimpang melalui kondisi yang secara unik mempengaruhi individu seperti warisan genetis-biologis atau pengalaman-pengalaman awal ari kehidupan seseorang di dalam keluarganya. Teori-teori individualistik sebagian besar didasarkan pada proses-proses yang sifatnya individual dan mengabaikan proses sosialisasi atau belajar tentang norma-norma sosial yang menyimpang.
            Berbeda halnya dengan teori individualistik, teori-teori yang berspektif sosiologis tentang penyimpangan berupaya menggali kondisi-kondisi sosial yang mendasari penyimpangan. Beberapa hal yang dianggap bersifat sosiologis dalam memahami tindakan menyimpang misalnya proses penyimpangan yang ditetapkan oleh masyarakat ; bagaimana faktor-faktor kelompok dan subkultur berpengaruh terhadap terjadinya perilaku menyimpang pada seseorang; dan reaksi-reaksi apa yang diberikan oleh masyarakat apda orang-orang yang dianggap menyimpang dari norma-norma sosialnya.
Teori Anomie
Teori anomie berasumsi bahwa penyimpangan adalah akibat dari adanya berbagai ketegangan dalam suatu struktur sosial sehingga ada individu-individu yang mengalami tekanan dan akhirnya menjadi menyimpang. Anomie adalah suatu keadaan atau nama dari situasi di mana kondisi sosial/situasi masyarakat lebih menekankan pentingnya tujuan-tujuan status, tetapi cara-cara yang sah untuk mencapai tujuan-tujuan status tersebut jumlahnya lebih sedikit.
Situasi anomie tersebut dapat berakibat negatif bagi sekelompok masyarakat, di mana untuk mencapai tujuan statusnya mereka terpaksa melakukannya melalui cara-cara yang tidak sah, di antaranya melakukan penyimpangan atau kejahatan.
Teori Belajar atau Teori Sosialisasi
Salah seorang ahli teori belajar adalah Edwin H. Sutherland yang menamakan teorinya dengan Asosiasi Diferensial, menurut teori ini penyimpangan adalah konsekuensi dari kemahiran dan penguasaan atas suatu sikap atau tindakan yang dipelajari dari norma-norma yang menyimpang, terutama dari subkultur atau diantara teman-teman sebaya yang menyimpang.
ü  Perilaku menyimpang adalah hasil dari proses belajar atau yang dipelajari, ini berarti bahwa penyimpangan bukan diwariskan atau diturunkan, bukan juga hasil ari intelegensi yang rendah atau karena kerusakan otak.
ü  Perilaku menyimpang dipelajari oleh seseorang dalam interaksinya dengan orang lain secara intens.
ü  Bagian utama dari belajar tentang perilaku menyimpang terjadi di dalam kelompok-kelompok personal yang intim atau akrab.
ü  Hal-hal yang dipelajari ; teknis-teknis penyimpangan, motif, dorongan & sikap
ü  Petunjuk-petunjuk khusus ttg. Dorongan menyimpang dipelajari dari definisi ttg, norma yang baik atau tidak baik.
ü  Seseorang menjadi menyimpang karena ia menganggap lebih menguntungkan untuk melanggar norma daripada tidak.
ü  Terbentuknya asosiasi diferensial itu bervariasi tergantung dari frekuensi, durasi, prioritas dan intensitas
ü  Proses mempelajari penyimpangan melalui mekanisme yang berlaku di dalam setiap proses belajar.
Teori Labeling ( Teori Pemberian cap atau teori Reaksi Masyarakat )
Teori ini menjelaskan penyimpangan terutama ketika perilaku itu sudah sampai pada tahap penyimpangan sekunder (secodary deviance). Analisis tentang pemberian cap itu dipusatkan pada reaksi orang lain. Artinya ada orang-orang yang memberi definisi, julukan, atau pemberi label (definers/labelrs) pada individu-individu atau tindakan yang menurut penilaian orang tersebut adalah negatif.
Teori labeling ( Becker ) mendefinisikan penyimpangan sebagai “suatu konsekuensi dari penerapan aturan-aturan dan sanksi oleh orang lain kepada seorang pelanggar”. Melalui definisi itu dapat ditetapkan bahwa menyimpang adalah tindakan yang dilabelkan kepada seseorang, atau pada siapa label secara khusus telah ditetapkan. Dengan demikian dimensi penting dari penyimpangan adalah pada adanya reaksi masyarakat, bukan pada kualitas dari tindakan itu sendiri. Atau dengan kata lain penyimpangan tidak ditetapkan berdasarkan norma, tetapi melalui reaksi atau sanksi dari penonton sosialnya.
            Konsekuensi dari pemberian label pada diri seseorang maka ia cenderung mengembangkan konsep diri yang menyimpang dan kemungkinan berakibat pada suatu karier yang menyimpang.
Teori Kontrol
Ide utama di belakang teori kontrol adalah bahwa penyimpangan merupakanhasil dari kekosongan kontrol atau pengendalian sosial. Teori ini dibangun atas dasar pandangan bahwa setiap manusia cenderung untuk tidak patuh pada hukum atau memiliki dorongan untuk melakukan pelanggaran hukum. Oleh sebab itu teori ini menilai perilaku menyimpang adalah konsekuensi logis dari kegagalan seseorang untuk mentaati hukum.
Teori Konflik
Persepektif konflik lebih menekankan sifat pluralistik dari masyarakat dan ketidakseimbangan distribusi kekuasaan yang terjadi di antara berbagai kelompoknya. Berkaitan dengan hal itu, persepektif konflik memahami masyarakat sebagai kelompok-kelompok dengan berbagai kepentingan yang bersaing dan akan cenderung saling berkonflik. Melalui  persaingan itu maka kelompok-kelompok dengan kekuasaan yang berlebih akan menciptakan hukum dan aturan-aturan yang menjamin kepentingan mereka dimenangkan.
Teori-teori konflik kontemporer sering kali juga menganggap kejahatan sebagai suatu tindakan rasional. Orang-orang yang mencuri dan merampok telah didorong masuk ke dalam tindakan-tindakan tersebut melalui kondisi sosial yang disebabkan oleh distribusi kekayaan yang tidak seimbang, dimana kejahatan perusahaan dan berbagai kejatan kerah putih secara langsung melindungi serta memperbesar modal kapitas mereka. Kejahatan yang terorganisir adalah suatu cara rasional untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan ilegal dalam masyarakat kapitalis.

Sumber: Sosiologi “Teks Pengantar Dan Terapan” J. Dwi Narwoko–Bagong Suyatno(ed)